Industri Fashion dan Isu Sosial

 Lebih dari Sekadar Gaya: Peran Industri Fashion dalam Isu Sosial Global

Industri fashion tidak hanya menciptakan tren gaya dan estetika, tetapi juga menjadi salah satu kekuatan budaya yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh berbagai isu sosial. Dari hak buruh, keberagaman, hingga keberlanjutan lingkungan, fashion kini menjadi wadah ekspresi, protes, dan perubahan sosial yang nyata. Di balik kilauan runway dan kampanye iklan mewah, terdapat dinamika sosial yang perlu dikenali dan diperjuangkan.


1. Hak Pekerja dan Etika Produksi

Banyak produk fashion dibuat di negara-negara berkembang dengan standar upah dan kondisi kerja yang sangat rendah. Tragedi Rana Plaza di Bangladesh (2013) yang merenggut lebih dari 1.100 nyawa buruh garmen menjadi simbol penting dalam mendorong diskusi tentang etika produksi dan rantai pasok global.

Kini muncul gerakan seperti:

  • Fashion Revolution: Kampanye global yang menuntut transparansi dari brand dengan pertanyaan “Who made my clothes?”
  • Slow Fashion: Gerakan yang mendorong produksi dan konsumsi yang lebih lambat, etis, dan bertanggung jawab.


2. Keberagaman dan Inklusi

Selama bertahun-tahun, industri fashion dikritik karena kurangnya representasi — baik dari segi ras, ukuran tubuh, gender, maupun disabilitas.

Namun kini banyak perubahan positif, seperti:

  • Munculnya model seperti Winnie Harlow (vitiligo), Halima Aden (model berhijab), dan Jillian Mercado (pengguna kursi roda).
  • Brand besar mulai menghadirkan ukuran plus-size dan koleksi netral gender.
  • Desainer lokal dan dari kelompok minoritas diberi ruang lebih luas untuk tampil di panggung global.

Keberagaman bukan hanya representasi, tetapi juga tentang memberi kesempatan yang setara di belakang layar — dalam tim kreatif, manajemen, hingga produksi.


3. Isu Lingkungan dan Keberlanjutan

Industri fashion adalah salah satu penyumbang polusi terbesar di dunia:

  • Sekitar 10% emisi karbon global berasal dari industri fashion.
  • Industri ini juga menghasilkan jutaan ton limbah tekstil setiap tahunnya.

Beberapa respon dari industri fashion antara lain:

  • Fashion berkelanjutan (sustainable fashion): Menggunakan bahan daur ulang, pewarna alami, dan proses produksi ramah lingkungan.
  • Circular fashion: Konsep di mana pakaian didesain agar bisa dipakai ulang, diperbaiki, atau didaur ulang.
  • Munculnya brand seperti Patagonia, Stella McCartney, dan Tencel sebagai pelopor fashion ramah lingkungan.


4. Fashion Sebagai Bentuk Protes Sosial

Fashion juga menjadi alat ekspresi politik dan identitas:

  • Kaos slogan: Digunakan dalam gerakan seperti Black Lives Matter, Women's March, atau kampanye LGBTQ+.
  • Busana simbolik: Misalnya, busana serba putih yang dikenakan anggota parlemen AS untuk mendukung kesetaraan gender, atau pakaian hitam di Golden Globes sebagai solidaritas gerakan #MeToo.
  • Pakaian adat dan budaya lokal kini semakin dihargai sebagai bentuk kebanggaan identitas dan resistensi terhadap homogenisasi budaya barat.


5. Konsumen sebagai Agen Perubahan

Konsumen kini memiliki kekuatan besar dalam menentukan arah industri:

  • Konsumen yang sadar isu sosial cenderung memilih brand yang transparan, beretika, dan berkelanjutan.
  • Platform digital dan media sosial memberi ruang bagi konsumen untuk menantang brand, menuntut pertanggungjawaban, atau bahkan memboikot produk.
  • Munculnya “ethical influencers” yang lebih memilih mendidik pengikutnya tentang dampak sosial fashion daripada sekadar mempromosikan tren.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak